Rumah Impian

image

“Aku sudah bilang, kalau mau ke sini kabari dulu.”
Sarti terus saja mengomel semenjak bertemuku tadi. Aku diam tak menjawabnya sedikit pun.

Bajaj yang kami tumpangi berhenti di depan gerbang perumahan mewah. Aku menatap takjub berbagai rumah yang indah. Mereka tampak sangat gagah.

“Ayo, sini. Jangan bengong di pinggir jalan begitu!”
Mungkin Sarti sudah lupa kalau aku adalah Ibunya hingga ia menghardikku dengan kasar.

“Rumahmu mana, Nduk?”
Ia diam dan berjalan cepat di depanku. Melewati dan menjauhi gerbang perumahan hingga sampai di sebuah gang kecil. Rumah-rumah triplek berdempetan, memanjang di bantaran sungai yang airnya sangat keruh. Sarti memasuki salah satunya.

—————————
1. Prompt #67
2. 100 kata, tidak termasuk judul dan keterangan.
3. Gambar di ambil dari sini

WAKE ME UP WHEN SEPTEMBER ENDS

beautiful-blue-eyed-witch-17154-1920x1080

“Kalungku tertinggal.” Natanel menangis lirih.

“Aku akan mencarinya. Tolong jangan pernah lepaskan kalungku dan bangunkan aku jika aku memanggil. Jangan biarkan aku menua atau dibunuh di sana,” pesan Anatasye sambil menyodorkan kalung biru miliknya kepada Natanel.

Anastasye berjalan tergesa menuju bangunan yang terlihat sudah tua. Cat yang melapisi dinding bagian depannya sudah berubah warna menjadi hitam. Beberapa barang-barang bekas yang sudah rusak terkumpul di samping kanan bangunan. Tangga kayu yang pendek dan lapuk hanya menyisakan beberapa pijakan saja dengan pegangan yang lepas di salah satunya.

Nasta begitu ia biasa dipanggil sedikit pun tak memperhatikan apa yang terjadi di sekitarnya. Seolah tak peduli pada apa pun, ia terus saja berjalan lurus dan sesekali mempercepat langkahnya untuk segera sampai ke dalam bangunan. Rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai bergerak tertiup angin.

Di bagian lain dari balik pepohonan yang rapat dan pagar tanaman yang sudah tak terawat sepasang mata milik seorang pria tak lepas dari gerak gerik Nasta. Napasnya menderu menahan emosi yang begitu ingin meluap.

“Perempuan terkutuk! Untuk apa ia kembali lagi?”

Pria itu mengumpat pelan hampir berbisik. Tangan kanannya mengepal keras di samping tubuhnya. Diluar keinginannya, pria itu tanpa sadar meninjukan kepalan tangannya ke batang pohon.

Satu buah undakan lagi Anastasye akan segera mencapai tepat di depan pintu bangunan ketika tiba-tiba saja ia menghentikan langkahnya dan terdiam beberapa saat. Ia membalikkan tubuhnya ke belakang dan mengedarkan pandangannya ke penjuru halaman depan, lalu ke sebuah danau kecil di sebelah kanan bangunan. Bagian kiri bangunan yang tertutupi pagar tanaman dan berbatasan langsung dengan hutan yang gelap pun tak luput dari pandangannya. Di bagian itulah ia tak lekas melepaskan pandangan. Instingnya mengatakan ada seseorang entah siapa di balik pepohonan tersebut yang menimbulkan gemerisik.

Ia melangkah maju. Suara itu menghilang. Suasana menjadi senyap dan hening. Anastasye berbalik dan kembali melanjutkan langkahnya. Ia harus segera mendapatkan kalung itu sebelum tengah malam dan bulan berganti. Belum juga ia menemukan kalung tersebut sekelompok warga telah mengepungnya dengan wajah marah.

“Pembunuh!” teriak seorang pria tambun yang membawa obor besar.

“Aku bukan pembunuh!” Nasta berteriak tak kalah kencang.

“Kau membunuh anak-anak perempuan kami, Penyihir laknat!”

Anastasye memejamkan kedua matanya dan berbisik, “Natanel panggil aku kembali. Aku dalam bahaya. Cepat!”
Sementara teriakan dan desakan warga kian memojokkan dirinya, samar ia mendengar suara Natanel di telinganya.

“Tidak, Nasta. Mereka akan memburu ke sini. Harus ada yang berkorban,” jawab Natanel sambil pelan-pelan melepaskan kalung di tangannya.

“Natanel panggil aku kembali! Natanel bangunkan aku!”


  1. 399 Kata tidak termasuk judul dan keterangan
  2. Untuk Prompt #68
  3. Adaptasi bebas dari Fiksimini Ahmad Abdul Mu’izz :
    WAKE ME UP WHEN SEPTEMBER ENDS. Aku hanya tak ingin bertambah tua.
  4. Gambar diambil di sini